Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarawan

Sejarawan dari Universitas Negeri Padang Prof Mestika Zed mengatakan, kedudukan Sultan di Daerah Istimewa Yogyakarta idealnya tetap sebagai simbol kerajaan yang memiliki kekuasaan luas namun tetap perlu ada eksekutif untuk menjalankan pemerintahan sehari-hari.

"Sultan Yogya tetap dalam kedudukannya sebagai pemimpin masyarakat tertingi, namun untuk menjalankan pemerintahan sehari-hari bisa dia sendiri atau ada seseorang yang diangkat," kata Guru Besar Sejarah Universitas Negeri Padang (UNP) di Padang, Sabtu.

Dia mengatakan hal itu terkait polemik yang terjadi tentang kedudukan Sultan dan keistimewaaan Yogyakarta.

Menurut dia, kedudukan istimewa Yogyakarta adalah suatu hal yang harus dimaknai dan tidak bisa diperdebatkan, karena daerah itu oleh penguasa bangsa memang diberikan hak istimewa mengingat perannya dalam sejarah perjuangan.

Dalam UUD 1945, kata Mestika, sudah diatur bahwa negara melindungi hak hukum masyarakat adat, dan Yogyakarta adalah salah satu yang harus dilindungi itu.

"Jadi sebenarnya tidak ada alasan bagi pemerintah untuk mengganggu-gugat bagaimana sistem yang diatur pada daerah istimewa itu, termasuk soal pemilihan kepala daerahnya," katanya.

Menurut dia, solusi untuk menyamaratakan soal pemilihan kepala daerah juga tidak bisa dilakukan mengingat kultur masyarakatnya berbeda dengan daerah lain.

"Bagi masyarakat Yogyakarta, Sultan itu tetap pemimpim tertingginya. Terkait hak istimewa pada beberapa daerah memang ada, dan itu sudah diatur oleh undang-undang," katanya.

Mestika menyebutkan sejumlah daerah itu di antaranya Aceh, Yogyakarta dan DKI. "Sebenarnya tidak ada masalah dan tidak perlu diperdebatkan karena memang hal ini sudah ada sejak dulu dan masyarakatnya juga sudah terbiasa dengan hal ini," ujarnya menambahkan.

Mestika juga mengatakan, tidak ada yang bertentangan dengan sistem pemerintahan di Yogyakarta karena sebenarnya beberapa negara maju juga sudah menjalankannya.

"Benar monarki itu bertentangan dengan demokrasi, namun kita bisa menyiasatinya dengan menjadikan Sultan sebagai simbol kekuasaan tertinggi tapi tidak harus sebagai eksekutif yang menjalankan pemerintahan," katanya.

Sultan, katanya, bisa sebagai badan konsultatif dan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di daerah itu.

"Kita bisa mencontoh Raja Thailand yang merupakan simbol kerajaan tertinggi namun tidak harus menjalankan pemerintahan," katanya. Demikian informasi Berita Kita tentang Sejarawan.